Pencegahan Kenakalan dan Pergaulan Bebas pada Anak melalui Pola Pengasuhan Anak oleh Orangtua dalam Keluarga

pengasuhan yang diterapkan para orangtua pada anaknya dipengaruhi oleh tata aturan utama (main role) masing-masing orangtua

Oleh : Mochamad Fatchan Chasani, M. Pd

Anak dapat diartikan sebagai seorang laki-laki maupun perempuan yang belum dewasa atau belum menikah dengan rentang usia 0-18 tahun. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mendefinisikan dalam Pasal 1 bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk yang masih dalam kandungan. Anak dalam rentang usia tersebut seiring berjalan waktu mengalami proses tumbuh dan berkembang yang meliputi fisik dan mental. Pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui seorang anak pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari peran orang-orang di sekitar anak itu sendiri. Orang terdekat anak itulah yang disebut orangtua. 

Orangtua di keluarga sebagai lingkup terkecil dalam tatanan sosial memainkan fungsi dalam mendampingi, memfasilitasi dan membentuk anak. Fungsi tersebut dilakukan oleh orangtua melalui pengasuhan anak. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia (Permensos RI) Nomor 21 Tahun 2013 tentang Pengasuhan Anak menyebutkan bahwa pengasuhan anak adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan demi kepentingan terbaik anak, yang dilaksanakan baik oleh orang tua atau keluarga sampai derajat ketiga maupun orang tua asuh, orang tua angkat, wali serta pengasuhan berbasis residensial sebagai alternatif terakhir. Penjelasan tersebut menunjukan tentang pengasuhan anak berkait erat atas pemenuhan kebutuhan (fasilitasi) anak oleh orangtua yang meliputi fisik mapun mental.

Lebih lanjut, pengasuhan yang diterapkan para orangtua pada anaknya dipengaruhi oleh tata aturan utama (main role) masing-masing orangtua. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya nilai-nilai dan norma yang dianut (dipercayai) para orangtua sebagai wujud terusan nilai-nilai dan norma terdahulu. Nilai-nilai dan norma yang diteruskan (transfer) dalam tatanan keluarga oleh para orangtua pada anaknya mengalami proses perubahan (transformasi). Proses tersebut sebagai wujud penerimaan anak atas nilai-nilai dan norma yang telah ditanamkan atau diajarkan, namun dengan kuntribusi faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti perubahan tatanan sosial, ekonomi bahkan perkembangan jaman ke arah globalisasi.

Transfer dan transformasi nilai dan norma orangtua dalam sebuah keluarga bukan tanpa kendala dan permasalahan. Orangtua yang terdiri atas 2 komponen utama yaitu ayah dan ibu terkadang belum memahami pola-pola pengasuhan bahkan dalam cakupan lebih besar mengenai penanaman nilai dan norma. Banyak faktor yang menjadikan para orangtua belum memiliki pengetahuan maupun kecakapan dalam hal pengasuhan anak. Erlanti (2016: 239) menjelaskan bahwa tidak semua orangtua memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai mengenai pengasuhan anak yang kemudian berdampak pada timbulnya perlakuan salah pada anak seperti menempatkan anak dalam situasi yang dapat menyebabkan dampak buruk terhadap kesejahteraan, keselamatan, martabat dan perkembangan anak.

Pengasuhan anak sebagai pondasi utama sudah seyogyanya dilakukan orangtua di keluarga dalam rangka pemenuhan hak dasar anak. Joko Panji (2015) menuliskan hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Tahun 2015 tentang Pemenuhan Hak Pengasuhan Anak dengan melibatkan 800 responden keluarga menunjukan bahwa hanya terdapat 27,9% ayah dan 36,6% ibu yang mencari informasi pengasuhan berkualitas sebelum menikah, yang artinya bahwa persiapan dari sisi pengetauan orangtua masih sangat jauh dari ideal. Apabila ditarik ke belakang, maka diperoleh hasil survei sebanyak 66,4% ayah dan 71% ibu meniru pola pengasuhan yang dilakukan kedua orangtua mereka dahulu. Hal ini menandakan bahwa selain minimnya persiapan atas pengetahuan tentang pengasuhan anak oleh orangtua, juga terbukti bahwa kebanyakan orangtua menerapkan pola pengasuhan anak yang serupa dengan yang pernah diterapkan oleh orangtua mereka dahulu.


Menyoal minimnya pengetahuan dan keterampilan orangtua atas pengasuhan anak kemudian melebar menjadi suatu permasalahan pada diri anak. Banyak anak-anak dari hasil pola pengasuhan anak yang tidak ideal menjadikan anak terlibat dalam berbagai persoalan kenakalan anak bahkan merambah pada pergaulan bebas. Joko Panji (2015) juga menjelaskan hasil survei KPAI ditahun yang sama (2015) menunjukan hanya 47,1% ayah dan 40,6% ibu yang melakukan komunikasi dengan anak selama satu jam, yang artinya minim sekali hubungan melalui komunikasi orangtua pada anak. Hal ini kemudian berdampak pada kualitas pengasuhan itu sendiri dan berdampak negatif pada perilaku anak, seperti bermain game yang mengandung kekerasan, melakukan bullying dan bahkan mengakses pornografi. 70% Orangtua pun menilai diri mereka telah melakukan tindakan pengawasan pada anaknya terhadap akses media digital, pencegahan bullying dan game online, namun nyatanya perilaku negatif anak tersebut terjadi dan terus berlangsung akibat pengetahuan pengasuhan anak yang minim dimiliki orangtua.

Faktor pengetahuan dan keterampilan orangtua atas pengasuhan anak yang minim diperkuat pula dari tidak berfungsinya peran orangtua dalam keluarga (disfungsi keluarga). Disfungsi keluarga tersebut dipengaruhi dari berbagai faktor antara lain salah satu komponen orangtua tidak lengkap seperti salah satu orangtua meninggal, sakit fisik maupun mental, migrasi, dan dipenjara (parental role unuccopied); ketidakmampuan orangtua karena sakit, cacat, ketidakmatangan emosi, dan retardasi mental (parental incapacity); penolakan peran orangtua dalam pengasuhan anak seperti penelantaran, kekerasan fisik, dan desersi (parental role rejection); konflik peran seperti ibu bekerja ayah juga bekerja; anak disabilitas, dan kurangnya sumber daya di masyarakat seperti rumah tak layak dan pengangguran.

Orangtua merupakan penggerak utama dalam memainkan perannya mengasuh anak, mengingat bahwa orangtua adalah komponen terdekat anak. Peran orangtua menjadi penting untuk dijalankan sesuai fungsi dan tanggungjawabnya dalam pengasuhan anak di keluarga. Hal ini guna menghindarkan anak dari dampak negatif seperti kenakalan anak dan pergaulan bebas yang muncul akibat lemahnya pengasuhan anak. 


Referensi :

Erlianti. (2016). Teknik Parenting dan Pengasuhan Anak Studi Deskriptif Penerapan Teknik Parenting di Rumah Parenting Yayasan Cahaya Insan Pratama Bandung. Prosiding KS Volume 3 No 2, Hal 239

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia (Permensos RI) Nomor 21 Pasal 2 dan Pasal 3 Tahun 2013 tentang Pengasuhan Anak

Sasongko, Joko Panji. (2015). KPAI : Kekerasan Anak Dipicu Buruknya Pengasuhan Orang Tua [Internet]. [diunduh 11 Juni 2019]

Undang – undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


#Sosial
SHARE :
Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
LINK TERKAIT